[SHARE] KUMPULAN CERITA HUMOR NASRUDIN

R Wijaya

Balita GoCrot
Nasrudin adalah seorang sufi yang hidup di kawasan sekitar Turki pada abad-abad kekhalifahan

Islam hingga penaklukan Bangsa Mongol. Sewaktu masih sangat muda, Nasrudin selalu
membuat ulah yang menarik bagi teman-temannya, sehingga mereka sering lalai akan
pelajaran sekolah

Maka gurunya yang bijak bernubuwat:
"Kelak, ketika engkau sudah dewasa,
engkau akan menjadi orang yang bijak. Tetapi, sebijak apa pun kata-katamu, orang-orang akan menertawaimu.
 
Nasib Dan Asumsi
"Apa artinya nasib, Mullah ?"
"Asumsi-asumsi."
"Bagaimana ?"
"Begini. Engkau menganggap bahwa segalanya akan berjalan baik, tetapi kenyataannya
tidak begitu. Nah itu yang disebut nasib buruk. Atau, engkau punya asumsi bahwa hal-
hal tertentu akan menjadi buruk, tetapi nyatanya tidak terjadi. Itu nasib baik
namanya. Engkau punya asumsi bahwa sesuatu akan terjadi atau tidak terjadi,
kemudian engkau kehilangan intuisi atas apa yang akan terjadi, dan akhirnya
berasumsi bahwa masa depan tidak dapat ditebak. Ketika engkau terperangkap di
dalamnya, maka engkau namakan itu nasib."



Menjual Tangga

Nasrudin mengambil tangganya dan menggunakannya untuk naik ke pohon
tetangganya. Tetapi sang tetangga memergokinya.
"Sedang apa kau, Nasrudin ?"
Nasrudin berimprovisasi, "Aku ... punya sebuah tangga yang bagus, dan sedang aku
jual."
"Dasar bodoh. Pohon itu bukan tempat menjual tangga!" kata sang tetangga, marah.

Nasrudin bergaya filosof. "Tangga, bisa dijual di mana saja."
 
NASRUDDIN DAN FILSAFAT


Ketika Timur Lenk menguasai kota Aq Syahr, datang seorang pengikut filsafat. Ia
mengutarakan kepada Timur Lenk, dengan bantuan seorang juru bicara, bahwa ia ingin
menguji ulama Aq Syahr. Timur Lenk mengumpulkan seluruh ulama dan berkata pada
mereka, "Seorang laki-laki ahli filsafat ingin menguji kalian. Jika tidak seorangpun
dapat menjawab pertanyaannya, mereka menganggap bahwa negara Romawi tidak
memiliki seorang ulama pun, dan bahwa ilmu itu telah sirna. Bila hal itu terjadi, harga
diri kalian hilang."
Ulama Aq Syahr lalu berkumpul di suatu ruangan khusus dan memusyawarahkan
masalah tersebut. Mereka agak putus asa memikirkan bagaimana caranya mengatasi
bahaya yang siap menghadang di hadapan mereka. Bahkan mereka akan menyewa
ulama dari luar daerah untuk menghadapinya, meskipun tempatnya jauh.
Akhirnya mereka sepakat untuk mengajukan Syekh Nashruddin. Mereka mengutus
seseorang untuk menemuinya, dan Nashruddin pun menerima kedatangan mereka. Lalu
diutarakanlah apa yang mengganggu pikiran mereka. Nashruddin berfikir sejenak,
lantas berkata: "Serahkan urusan ini kepadaku!" Mereka bertanya, "Apa yang akan anda
lakukan?" Nashruddin menjawab, "Aku akan mengadakan tanya jawab dengannya. Jika
jawabanku tepat, itu bagus. Bila tidak, aku pasti akan berkata 'Aku laki-laki jadzab,
aku masuk sesuai kehendak hatiku'. Lalu kalian hendaknya berkata, 'Kami tidak
menganggapnya sebagai orang pandai.' Lalu datangkan orang selain aku! Bila aku
berhasil, kalian harus memberiku hadiah." Mereka menjawab, "Baiklah, apapun yang
anda inginkan, akan kami usahakan. Yang penting, laki-laki itu harus kalah."
Pada hari yang telah ditentukan, sebuah panggung didirikan di sebuah lapangan yang
luas. Timur Lenk duduk dengan pakaian perang dikelilingi para prajurit yang
bersenjata lengkap. Laki-laki ahli filsafat itu hadir. Rambutnya tidak menarik dan
bentuknya lucu. Ia lalu duduk di dekat singgasana kerajaan. seluruh hadirin menunggu
kedatangan Syekh Nashruddin, rival ahli filsafat itu.
Nashruddin hadir dengan mengenakan surban besar dan berjubah. Di belakangnya
mengiringi para muridnya, di antaranya Hamad. Mereka berdua masuk ke panggung
dan Nashruddin duduk di sebelah Timur Lenk. Setelah minum dan istirahat sejenak,
ahli filsafat itu maju ke tengah dan membuat lingkaran. Ia lalu menunggu jawabannya
dengan memandang ke arah Nashruddin.
Nashruddin berdiri dan menancapkan tongkatnya tepat di tengah lingkaran. Ia
membagi lingkaran menjadi dua bagian, dan memandang ke arah ahli filsafat. Lalu
Nashruddin membuat garis lagi, sehingga lingkaran terbagi menjadi empat bagian. Tiga
bagian menuju ke arah Nashruddin dengan isyarat jari dan satu bagian untuk si ahli
filsafat. Nashruddin meletakkan kedua tangannya di belakang punggung yang
diarahkan ke ahli filsafat. Ahli filsafat puas dengan apa yang dilakukan Nashruddin itu.
Ia merasa, bahwa Nashruddin tahu apa yang dimaksudkannya.
Selanjutnya ahli filsafat membuat kedua tangannya dan membentuknya seperti kerah
baju. Lalu kedua tangan itu diturunkan dari atas ke bawah dan jari jemarinya terbuka,
lalu kedua tangannya dinaikkan ke udara beberapa kali. Nashruddin berbuat
sebaliknya: membuka jari jemarinya dan diturunkan ke bawah. Ahli filsafat puas
dengan apa yang dilakukan Nashruddin.
 
Last edited:
Lanjutan...


Setelah itu, ahli filsafat meletakkan jari jemarinya di atas tanah dan berjalan
merangkak sebagaimana layaknya binatang. Ia mengisyaratkan ke arah perut, seakan akan keluar sesuatu dari dalam perutnya.

Nashruddin mengeluarkan sebutir telur dari
saku dan menggerakkan kedua tangannya seakan hendak terbang.

Melihat jawaban Nashruddin, ahli filsafat itu sangat puas dan kagum. Ia maju ke arah
Nashruddin dan mencium tangannya dengan penuh penghormatan.
Ia mengatakan,bahwa Aq Syahr beruntung mempunyai seorang cerdik pandai seperti Nashruddin.

Seluruh hadirin memberikan ucapan selamat kepada Nashruddin dan memberikan hadiah yang melimpah serta uang banyak. Bahkan ada yang menjanjikan harta benda di lain waktu.
Tidak ketinggalan Timur Lenk memberi hadiah kepada Nashruddin dan menempatkannya di kelompok orang kaya.
Setelah semua penonton bubar, Timur Lenk dan para pengawalnya mengelilingi ahli
filsafat dan bertanya dengan bantuan juru bahasa, "Kami tidak mengerti isyarat-isyarat
yang anda lakukan dengan Syekh Nashruddin.

Jelaskan kepada kami apa yang terjadi
sebenarnya?"
Ahli filsafat menjawab, "Melihat perselisihan ulama filsafat Yunani dan ulama Bani
Israil tentang terbentuknya alam semesta, saya tidak tahu apa pendapat ulama Islam
tentang hal tersebut. Maka saya ingin mempelajarinya. Saya isyaratkan pada
Nashruddin bahwa bumi itu bulat dan besar. Nashruddin membenarkan ucapan saya
dan berkata, 'Bumi itu terbagi menjadi dua bagian. Setengah lingkaran utara dan
setengah belahan selatan.' Lalu Nashruddin membaginya menjadi empat bagian. Tiga
bagian ke arahnya dan satu bagian ke arahku. Ia mengisyaratkan, bahwa tiga bagian
bumi adalah lautan dan satu bagian daratan. Nashruddin juga memberitahukan bahwa
bumi terbagi menjadi tujuh negara.

Lebih lanjut saya isyaratkan isi bumi dan rahasianya dengan mengangkat jari jemari ke
udara dan menggerakkannya, maksudku tumbuh-tumbuhan, barang tambang dan
bagaimana proses terjadinya.
Syekh Nashruddin mengangkat kedua tangannya menunjuk ke bawah dan mengisyaratkan turunnya hujan adalah ke bawah, yang tercurah dari langit. Kekuatan matahari dan pengaruh makhluk angkasa di bundaran bumi membantu proses bumi, sehingga mendatangkan kekuatan yang terkandung didalamnya. Cara Nashruddin menjelaskan hal itu sesuai dengan pendapat ulama filsafatperiode akhir. Kemudian aku isyaratkan tentang perkembang-biakan makhluk denganmelalui proses pembuahan. Namun banyak yang terlewatkan olehku, lalu Nashruddinbermaksud menunjukkan sebagian dari makhluk secara global. Karena itu, saya jadi tahu bahwa Syekh kalian memang pandai dan menguasaipengetahuan tentang langitdan bumi, maupun ilmu logika dan ketuhanan. Dan ia termasuk seorang ahli filsafat.

Kalian patut bangga dengan adanya ahli filsafat seperti dia di negeri kalian."
Lalu mereka berpamitan kepada ahli filsafat dengan penuh penghormatan. Setelah itu
mereka ganti menjumpai Nashruddin dan meminta penjelasan atas jawaban jawabannya. Berkatalah Nashruddin kepada mereka, "Ahli filsafat itu sedang kelaparan
seperti halnya diriku. Ketika ia menggambar lingkaran, maksudnya adalah bahwa di
depan rumahnya terdapat kue berbentuk seperti lingkaran yang dibuatnya.
Aku membaginya menjadi dua bagian dengan maksud agar sama rata. Akan tetapi, karena
ia tidak faham, aku membaginya menjadi empat bagian. Tiga bagian untukku dan satu
bagian untuknya. Ia setuju dan mengiyakan dengan isyarat kepala.

Selanjutnya, ia mengisyaratkan beras di atas api. Aku isyaratkan kepadanya tentang
memasukkan pula bumbu, garam, kismis, dan fustuq ke dalamnya. Ketika berjalan ia
bermaksud memberitahukan bahwa dirinya sangat lapar dan menginginkan makanan
lezat. Aku isyaratkan kepadanya, bahwa dirku bahkan lebih lapar darinya yang nyaris
membuatku terbang karenanya. Pagi hari aku ingin membuat kue, namun yang
kutemukan hanya sebutir telur pemberian istriku. Aku belum sempat menelannya
ketika kalian memanggilku. Lalu kumasukkan ke dalam saku dan menjaganya secara
hati-hati."
Seluruh hadirin berkata, "Demi Allah, ini hal yang hebat dan menakjubkan! Bagaimana
anda mengerti permasalahannya dan menjawab seperti itu? Ahli filsafat menerima dan
membenarkan jawaban Anda, padahal jawaban Anda tersebut tidak seperti yang
diinginkannya." Demikianlah, mereka semua bergembira dan tertawa riang lalu pulang
ke rumah masing-masing. Sekalipun demikian mereka tetap bingung.
 
Jangan Terlalu Dalam

Telah berulang kali Nasrudin mendatangi seorang hakim untuk mengurus suatu
perjanjian.
Hakim di desanya selalu mengatakan tidak punya waktu untukmenandatangani perjanjian itu. Keadaan ini selalu berulang sehingga Nasrudin menyimpulkan bahwa si hakim minta disogok.
Tapi kita tahu menyogok itu diharamkan.

Maka Nasrudin memutuskan untuk melemparkan keputusan ke si hakim
sendiri.

Nasrudin menyiapkan sebuah gentong. Gentong itu diisinya dengan tahi sapi hingga
hampir penuh.
Kemudian di atasnya, Nasrudin mengoleskan mentega beberapa
sentimeter tebalnya. Gentong itu dibawanya ke hadapan Pak Hakim. Saat itu juga Pak
Hakim langsung tidak sibuk, dan punya waktu untuk membubuhi tanda tangan pada
perjanjian Nasrudin.

Nasrudin kemudian bertanya, "Tuan, apakah pantas Tuan Hakim mengambil gentong
mentega itu sebagai ganti tanda tangan Tuan ?"

Hakim tersenyum lebar. "Ah, kau jangan terlalu dalam memikirkannya." Ia mencuil
sedikit mentega dan mencicipinya. "Wah, enak benar mentega ini!"

"Yah," jawab Nasrudin, "Sesuai ucapan Tuan sendiri, jangan terlalu dalam."
Dan berlalulah Nasrudin dilemparkannya. Nasrudin menjawab "Aku memohon kepada Allah,dan uang yang jatuh itu pasti jawaban dari Allah."

Tetangganya marah. Ia mengajak Nasrudin menghadap hakim. Nasrudin berkelit, "Aku
tidak pantas ke pengadilan dalam keadaan begini. Aku tidak punya kuda dan pakaian
bagus. Pasti hakim berprasangka buruk pada orang miskin."

Sang tetangga meminjamkan jubah dan kuda.

Tidak lama kemudian, mereka menghadap hakim.
Tetangga Nasrudin segeram engadukan halnya pada hakim.

Bagaimana pembelaanmu?" tanya hakim pada Nasrudin.

"Tetangga saya ini gila, Tuan," kata Nasrudin.

"Apa buktinya?" tanya hakim.
"Tuan Hakim bisa memeriksanya langsung. Ia pikir segala yang ada di dunia ini
miliknya. Coba tanyakan misalnya tentang jubah saya dan kuda saya, tentu semua
diakui sebagai miliknya. Apalagi pula uang saya."

Dengan kaget, sang tetangga berteriak, "Tetapi itu semua memang milikku!"
Bagi sang hakim, bukti-bukti sudah cukup. Perkara putus.
 
Last edited:

Hidangan Untuk Baju (1)

Nasrudin menghadiri sebuah pesta. Tetapi karena hanya memakai pakaian yang tua
dan jelek, tidak ada seorang pun yang menyambutnya. Dengan kecewa Nasrudin
pulang kembali.

Namun tak lama, Nasrudin kembali dengan memakai pakaian yang baru dan indah. Kali
ini Tuang Rumah menyambutnya dengan ramah. Ia diberi tempat duduk dan
memperoleh hidangan seperti tamu-tamu lainnya.

Tetapi Nasrudin segera melepaskan baju itu di atas hidangan dan berseru, "Hei baju
baru, makanlah! Makanlah sepuas-puasmu!"
Untuk mana ia memberikan alasan "Ketika aku datang dengan baju yang tadi, tidak ada
seorang pun yang memberi aku makan. Tapi waktu aku kembali dengan baju yang ini,
aku mendapatkan tempat yang bagus dan makanan yang enak. Tentu saja ini hak
bajuku. Bukan untukku."



Hidangan Untuk Baju (2)

Nasrudin menghadiri sebuah pesta pernikahan. Dilihatnya seorang sahabatnya sedang asyik makan. Namun, di samping makan sebanyak-banyaknya, ia sibuk pula mengisi kantong bajunya dengan makanan.
Melihat kerakusan sahabatnya, Nasrudin mengambil teko berisi air. Diam-dian, diisinya
kantong baju sahabatnya dengan air.
Tentu saja sahabatnya itu terkejut, dan berteriak, "Hai Nasrudin, gilakah kau ? Masa kantongku kau tuangi air!"

"Maaf, aku tidak bermaksud buruk, sahabat," jawab Nasrudin, "Karena tadi kulihat
betapa banyak makanan ditelan oleh kantongmu, maka aku khawatir dia akan haus.

Karena itu kuberi minum secukupnya."
 
Jangan Terlalu Dalam

Telah berulang kali Nasrudin mendatangi seorang hakim untuk mengurus suatu
perjanjian.
Hakim di desanya selalu mengatakan tidak punya waktu untukmenandatangani perjanjian itu. Keadaan ini selalu berulang sehingga Nasrudin menyimpulkan bahwa si hakim minta disogok.
Tapi kita tahu menyogok itu diharamkan.

Maka Nasrudin memutuskan untuk melemparkan keputusan ke si hakim
sendiri.

Nasrudin menyiapkan sebuah gentong. Gentong itu diisinya dengan tahi sapi hingga
hampir penuh.
Kemudian di atasnya, Nasrudin mengoleskan mentega beberapa
sentimeter tebalnya. Gentong itu dibawanya ke hadapan Pak Hakim. Saat itu juga Pak
Hakim langsung tidak sibuk, dan punya waktu untuk membubuhi tanda tangan pada
perjanjian Nasrudin.

Nasrudin kemudian bertanya, "Tuan, apakah pantas Tuan Hakim mengambil gentong
mentega itu sebagai ganti tanda tangan Tuan ?"

Hakim tersenyum lebar. "Ah, kau jangan terlalu dalam memikirkannya." Ia mencuil
sedikit mentega dan mencicipinya. "Wah, enak benar mentega ini!"

"Yah," jawab Nasrudin, "Sesuai ucapan Tuan sendiri, jangan terlalu dalam."
Dan berlalulah Nasrudin dilemparkannya. Nasrudin menjawab "Aku memohon kepada Allah,dan uang yang jatuh itu pasti jawaban dari Allah."

Tetangganya marah. Ia mengajak Nasrudin menghadap hakim. Nasrudin berkelit, "Aku
tidak pantas ke pengadilan dalam keadaan begini. Aku tidak punya kuda dan pakaian
bagus. Pasti hakim berprasangka buruk pada orang miskin."

Sang tetangga meminjamkan jubah dan kuda.

Tidak lama kemudian, mereka menghadap hakim.
Tetangga Nasrudin segeram engadukan halnya pada hakim.

Bagaimana pembelaanmu?" tanya hakim pada Nasrudin.

"Tetangga saya ini gila, Tuan," kata Nasrudin.

"Apa buktinya?" tanya hakim.
"Tuan Hakim bisa memeriksanya langsung. Ia pikir segala yang ada di dunia ini
miliknya. Coba tanyakan misalnya tentang jubah saya dan kuda saya, tentu semua
diakui sebagai miliknya. Apalagi pula uang saya."

Dengan kaget, sang tetangga berteriak, "Tetapi itu semua memang milikku!"
Bagi sang hakim, bukti-bukti sudah cukup. Perkara putus.
Kayaknya ada yang hilang kalimatnya
 
Bahasa Burung​

Dalam pengembaraannya, Nasrudin singgah di ibukota. Di sana langsung timbul kabar
burung bahwa Nasrudin telah menguasai bahasa burung-burung. Raja sendiri akhirnya
mendengar kabar itu. Maka dipanggillah Nasrudin ke istana.
Saat itu kebetulan ada seekor burung hantu yang sering berteriak di dekat istana.
Bertanyalah raja pada Nasrudin, "Coba katakan, apa yang diucapkan burung hantu itu!"
"Ia mengatakan," kata Nasrudin, "Jika raja tidak berhenti menyengsarakan rakyat,
maka kerajaannya akan segera runtuh seperti sarangnya."


Jatuhnya Jubah​

Nasrudin pulang malam bersama teman-temannya. Di pintu rumah mereka berpisah. Di
dalam rumah, istri Nasrudin sudah menanti dengan marah. "Aku telah bersusah payah
memasak untukmu sore tadi !" katanya sambil menjewer Nasrudin. Karena kuatnya,
Nasrudin terpelanting dan jatuh menabrak peti.
Mendengar suara gaduh, teman-teman Nasrudin yang belum terlalu jauh kembali, dan
bertanya dari balik pintu,
"Ada apa Nasrudin, malam-malam begini ribut sekali?"
"Jubahku jatuh dan menabrak peti," jawab Nasrudin.
"Jubah jatuh saja ribut sekali ?"
"Tentu saja," sesal Nasrudin, "Karena aku masih berada di dalamnya."


Bersembunyi​

Suatu malam seorang pencuri memasuki rumah Nasrudin. Kabetulan Nasrudin sedang
melihatnya. Karena ia sedang sendirian aja, Nasrudin cepat-cepat bersembunyi di
dalam peti. Sementara itu pencuri memulai aksi menggerayangi rumah. Sekian lama
kemudian, pencuri belum menemukan sesuatu yang berharga. Akhirnya ia membuka
peti besar, dan memergoki Nasrudin yang bersembunyi.
"Aha!" kata si pencuri, "Apa yang sedang kau lakukan di sini, ha?"
"Aku malu, karena aku tidak memiliki apa-apa yang bisa kau ambil. Itulah sebabnya
aku bersembunyi di sini."


Relativitas Keju​

Setelah bepergian jauh, Nasrudin tiba kembali di rumah. Istrinya menyambut dengan gembira,
"Aku punya sepotong keju untukmu," kata istrinya.

Alhamdulillah," puji Nasrudin, "Aku suka keju. Keju itu baik untuk kesehatan perut."
Tidak lama Nasrudin kembali pergi. Ketika ia kembali, istrinya menyambutnya dengan
gembira juga.
"Adakah keju untukku ?" tanya Nasrudin.
"Tidak ada lagi," kata istrinya.
Kata Nasrudin, "Yah, tidak apa-apa. Lagipula keju itu tidak baik bagi kesehatan gigi."
"Jadi mana yang benar ?" kata istri Nasrudin bertanya-tanya, "Keju itu baik untuk perut
atau tidak baik untuk gigi ?"
"Itu tergantung," sambut Nasrudin, "Tergantung apakah kejunya ada atau tidak."
 
Back
Top